Welcome

Selamat Datang di Blog Gen-7 STAIMA Al-Hikam Malang

Rabu, 05 Januari 2011

Social LearningTheory


A.    
CONCEPT AND SOCIAL LEARNING THEORY








 

















Oleh:
Akhmad Said
Nim: 2009.4.077.000.1.1.00096

Dosen Pembimbing:
Mochamad Nurcholiq, M.Pd.







JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY AL-HIKAM
MALANG
2011


PENDAHULUAN
Bagi para guru, salah satu pertanyaan yang paling penting tentang belajar adalah : Kondisi seperti apa yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku? Atau dengan kata lain, bagaimana bisa apa yang kita ketahui tentang belajar diterapkan dalam instruksi? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, kita harus melihat pada penjelasan-penjelasan psikologis tentang belajar.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.





B.     PEMBAHASAN
1.             Pengertian Konsep dan Belajar
Konsep adalah suatu rancangan kedepan yang akan dilakukan oleh konseptor agar tercapai tujuannya, sedangkaan Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditujukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik akibat sengatan serangga, patah tangan, dan sebagainya bukanlah termasuk perubahan akibat belajar. Oleh karenanya, perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah jiwa yang mempengaruhi tingkahlaku seseorang.
Teori belajar sosial yang juga masyhur dengan sebutan teori observational learning /belajar observasional/dengan pengamatan[1],tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura,seorang psikologi pada Universitas Stanford Amerika Serikat, bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflek otomatis atas stimulus melainkan juga akibat reaksi ayang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan sekema lingkungan kognitif manusia itu sendiri[2].
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral, yang sebagian besar yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini seorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespon sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respon-respon baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya guru atau orang lain[3].
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning /pembiasaan respond dan imitation/ peniruan,
Conditioning menurut prinsip-prinsip conditioning, prosedur-prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yaitu dengan reward / ganjaran / memberi hadiah dan punishment / hukuman /memberi hukum,dasar pemikirannya adalah sekali seorang siswa mempelajari antara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran dan perilaku yang menghasilkan hukuman, ia senangtiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang mana yang perlu ia perbuat[4]. Orang tua dan guru sangat diharapkan member penjelasan agar siswa tersebut benar-benar paham mengena jenis perilaku mana yang menghasilkan ganjaran dan jenis perilaku mana yang menghasikan hukuman/saksi.
Reaksi-reaksi seorang siswa terhadap stimulusyang ia pelajari adalah hasi dari adanya pembiasaan merespon sesuai dengan kebutuhan. Melalui proses pembiasaan merespon (conditioning) ia juga menemukan pemahaman bahwa ia dapat menghindari hukuman dengan memohon maaf yang sebaik-baiknya agar kelak terhindar dari saksi[5].
Imitation proses imitasi peniruan dalam hal ini orang tua dan guru seyogyanya memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berprilaku sosial dan moral siswa, contoh seorang siswa mengamati gurunya sendiri yang sedang melakukan perilaku sosial umpamanya seorang guru menerima tamu lalu perbuatan menjawab salam, beramah tamah dan seterusnya akan diserap oleh seorang siswa, diharapkan cepat atau lambat siswa tersebuut mampu meniru sebaik-baiknya perbuatan sosial yang dicontohkan oleh modelnay.
Kualitas kemampuan siswa dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan model tersebut antara lain tergantung pada ketajaman presepsinya sesuai dengan ganjaran dan hukumannya yang berkaitan benar atau salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi.selain itu tingkat kualitas imitasi tersebut juga tergantung pada persepsi siswa terhadap siapa yang menjadi model, semangkin piawai dan berwibawa seorang model semangkin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut[6]
2.             Pengaruh  Social  Learning  Theory
Pada manusia, setelah masa bayi berakhir, menyusul pula waktu belajar yang sama ia belum bisa berjalan sendiri, berarti manusia pada masa kanak-kanak banyak memerlukan pemeliharaan orang lain, di samping itu pula kita dapat melihat bahwa orang dewasa cenderung untuk memelihara dan menolong yang lebih muda dan juga cenderung untuk berkumpul dan bekerja sama dengan orang-orang dewasa yang lain[7]
Dari urayan di atas dapat di simpulkan bahwa manusia adalah mahluk sosial dan tidak bisa hidup sendirian pasti hidup dalam golongan-golongan,ia dilahirkan dalam lingkungan keluarga di situ ia telah menjadi anggota lingkungan keluarga dan dibesarkan di lingkungannya,bila ia bersekolah maka ia menjadi anggota kelas disitulah ia memperoleh sahabat-sahabat dalam hidupnya, sebagai penduduk desa kota atau negeri ia juga mempunyai teman, karena ia menjadi angota di lingkunagannya[8].
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa anak itu dibesarkan di tengah-tengah berbagai kumpulan, artinya anak itu dipenuhi oleh anggota keluarganya dan teman-teman sepermainannya, oleh lingkungan tetangga dan seterusnya akan tetapi ada juga pengaruh orang-orang di luar itu dipengaruhi oleh anggota-anggota keluarga oleh teman kumpulan tempat anak dibesarkan, ada orang pedagang  bercakap-cakap dengan anak itu ada kenalan orang tuanya yang nginap di rumhnya beberapa hari sehingga lingkungan anak itu berubah.
Seorang anak dapat berubah kelakuanya, karena meniru kebiasaan-kebiasaan saudara-saudara yang datang kerumahnya yang sebelumnya tidak kenal atau anak-anak lain yang bermain kerumahnya yang asing baginya dan bermain dengan mereka, malahan dapat juga terjadi anak-anak terpengaruh oleh salah satu gejala jahat, segala pengaruh yang datangnya dari luar disebut pengaruh linggkungan sosial.[9]
Tiap anak berlainan lingkungan sosialnya dan bawaan sosialnya, karena itu pada tiap-tiap anak perkembangan sosialnya berlainan pula,namun demikain dalam perkembangan sosial anak-anak itu ada juga kelihatan sifat-sifat umumnya yang tertentu[10]
3.             Ciri-Ciri Belajar Sosial
a.      Pendekatan belajar sosial ditekankan pada dua aspek pokok yaitu imitation  dan conditioning
b.      Guru dan orang tua serta lingkungan sekitar sangat berperan penting dalam membentuk karekteristik seorang siswa
c.       Perubahan yang disadari.
Artinya individu yang belajar, menyadari terjadinya perubahan itu atau tidaknya individu merasakan terjadinya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya: individu menyadari bahwa pengetahuannya, keterampilannya, atau sikapnya berubah/bertambah.
d.       Perubahan itu bersifat kontinu dan fungsional.
Artinya, perubahan itu merupakan perubahan yang berlangsung terus-menerus atau dinamis. Suatu perubahan yang akan menyebabkan perubahan yang berikutnya dan bersifat fungsional, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi itu berguna bagi kehidupan individu dan bagi proses belajar berikutnya. Misalnya, jika seorang anak menulis perubahan yang terjadi karena belajar ini antara lain. Ia akan terampil menulis. Keterampilan menulis ini akan berlangsung terus-menerus hinggan keterampilan menulis itu menjadi lebih baik dan sempurna .
e.        Perubahan yang bersifat positif dan aktif.
Artinya: perubahan yang bersifat positif ialah perubahan itu senantiasa bertambah dari perubahan hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnya. Juga perubahan iu tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
f.       Perubahan yang bukan karena pengaruh obat-obatan atau penyakit tertentu. Perubahan tingkah laku karena alcohol misalnya, atau karena penuakit, mabuk, dan lain sebagainya, tidak dapat diktakan perubahan karena belajar. Hal ini sebab perubahan tersebut selain tidak disadari, juga bersifat pasif negative, tidak fingsional dan momentul.
g.       Perubahan yang bertujuan atau terarah.
Artinya, terjadi perubahan tersebut karena adanya tujuan yang ingin dicapai. Jadi perubahan belajar terarah kepada tujuan yang jelas dan disadari.[11]
h.      Semangkin tingi atau semangkin piawai dan beribawa seorang model yang resepsi seoragn siswa semangkin tinggi pula kualitas imitasi dan konditionong siswa terhadap moral dan perilaku siswa.
4.             Hubungan Belajar Sosial Dengan Hakekat Belajar
Dalam konsep teori belajar kontek sosial tidak terlepas, artinya system sosial yang ada di masyarakat berpengaruh langsung dalam perubahan belajar,system sosial tersebut menganndung konsep eksistensi individu di masyarakat dalam hubungannya dalam kehidupan masyarakat sekitarnya[12].
Sejalan dengan hal di atas john Dewey berpendapat yang dikutip oleh Dr.H.Syaiful Sagala,M.Pd, dalam bukunya yang berjudul Konsep dan makna pembelajaran, ia memandang bahwa pendidikan merupakan alat rekontruksi sosial yang paling efektif,dengan membentuk individu dapat membentuk masyarakat, pendidikan merupakan badan yang konsturtif untuk memperbaiki masyarakat dan membina masadepan yang baik, jadi pendidikan sosial mengutamakan kepentingan sosial di atas kepentingan individu[13]


5.             Konsep teori pelaksanaan kurikulum
Untuk menetapkan semua tugas yang relevan dalam pengembangan kurikulum ada beberapa komponen pelaksanaan kurikulum yang memainkan peranan penting
a.       Masyarakat adalah: kehidupan masyarakat berlandasan pada nilai-nilai keagamaan,sosial,budaya,sebagian nilai-nilai tersebut lestari,sebagian nilai-nilai tersebut berubah sesuai dengan perkembagan IPTEK
b.      Masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah normative terhadap dunia pendidikan
c.       Kehidupan masyarakat ditingkatkan mutunya oleh individu yang telah mampu mengembangkan dirinya melalui pendidikan
d.      Suubjek Didik adalah: bertanggung jawab atas pendidikan sendiri berdsarkan wawasan pendidikan seumur hidup
e.       Subjek didik memiliki potensi yang berbeda sehingga setiap subjek didik masing-masing merupakan insan yang unik
f.       Subjek didik memelihara pembinaan secara individual dan perlakuan secara manusiawi
g.      Subjek didik merupakan insane yang aktif menghadapi lingkungan hiidupnya
h.      Pendidik/guru adalah: guru adalah agen pembaharuan, karena itu diharapkan guru jangan ketinggalan informasi
i.        Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat
j.        Guru sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik untuk belajar para subjek didik
k.      Guru bertanggung jawab secara froposional untuk selalu meningkatkan dirinya[14].
Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dimana dituntut adanya kerja sama yang baik dalam mencapai suatu tujuan yang telah digariskan oleh kurikulum, diharapkan dengan adanya usaha maksimal mungkin dapat meningkatkan taraf pendidikan yang baik di negara kita, sehingga kualitas sumber daya manusianya pun dapat diandalkan dalam berbagai bidang.
Dalam model kebutuhan sosial tugas perencana pendidikan adalah harus menganalisa kebutuhan pada masa yang akan datang dengan menganalisa pertama pertumbuhan penduduk, kedua partisipasi dalam pendidikan, arus murid dan keinginan masyarakat[15].
6.             Karakteristik perubahan hasil belajar
a.      Perubahan intensional
Perubahan intensional adalah perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, dengan kata lain bukan kebetulan, karekteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialamai atau sekurang-kurangnya ia merasakan perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengethuan,kebiasaan, sikap dan pandangan tertentu,keterampilan.
b.      Perubahan positif-aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik,bermanfaat, serta sesuai dengan harapan, hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senangtiasa merupakan penambahan perubahan yaitu memperoleh sesuatu yang lbih baik dari sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinay tidak terjadi dengan sendirinya seperti preses kematangan misalnay bai yang bisa merangkak setelah bisa duduk, tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
c.       Perubahan Efektif-Fungsional
Perubahan yang timmbul karena proses belajar bersifat efektif,yakni hasil guna,artinya perubahan tersebut membawa pengaruh makna dan manfaat tertentu bagi siswa , perubahan fungsional dapat diharapkan member manfaat yang luas misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkunangankehidupan sehari-hari dalam mempertahankan kehidupan sehari-hari[16].

C.    KESIMPULAN
Konsep adalah suatu rancangan kedepan yang akan dilakukan oleh konseptor agar tercapai tujuannya, sedangkaan Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga.
Teori belajar sosial yang juga masyhur dengan sebutan teori observational learning /belajar observasional/dengan pengamatan[17],tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning /pembiasaan respond dan imitation/ peniruan.
manusia adalah mahluk sosial dan tidak bisa hidup sendirian pasti hidup dalam golongan-golongan,ia dilahirkan dalam lingkungan keluarga di situ ia telah menjadi anggota lingkungan keluarga dan dibesarkan di lingkungannya.
Ciri-ciri belajar sosial
Perubahan yang terjadi secara sadar.
Perubahan dalam belajar yang bersifat fungsional.
Perubahan dalam belajar yang bersifat positif dan aktif.
Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku



D.    DAFTAR PUSTAKA
1.      Ahmaadi Abu Drs, 2001, Ilmu Pendidikan, Jakarta:Rineka Cipta.
3.      http://ryan2010s.blogdetik.com/2010/12/19/prinsip-belajar/,  diakses pada tgl 26-12-2010 jam 13.25
4.      Sa’ud Udin Syaifudin,M.Ed.,Ph.D dan Makmun.Abin Syamsuddin,M.A, Prof.Dr ,tt, Perencanaan Pendidikan Suatu pendekatan komprehensif, Bandung:PT.Remaja Rosda Karya.
5.      Sagala  H.Syaiful,M.Pd, Dr, 2006, Konsep Dan Makna Pembelajaran,.Bandung:AlfaBeta.
6.      Syah Muhibbin,M.Ed, 2006. Psikologi Belajar ,Jakarta: PT. Graja Grafindo Persada.


[1] Muhibbin Syah,M.Ed, psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),hlm 106
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] ibid
[5] ibid
[6] Ibid
[7] Drs.H.Abu Ahmaadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2001),hlm.273
[8] ibid
[9] Ibid, hlm 275
[10] Ibid hlm 276
[11] http://ryan2010s.blogdetik.com/2010/12/19/prinsip-belajar/ dan http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t111-ciri-dan-proses-belajar-serta-faktor-yang-mempengaruhi-kesulitan-belajar
[12] Dr.H.Syaiful Sagala,M.Pd,Konsep Dan Makna Pembelajaran,(Bandung:AlfaBeta,2006), hlm 257
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Udin Syaifudin Sa’ud,M.Ed.,Ph.D dan Prof.Dr.Abin Syamsuddin Makmun,M.A,Perencanaan Pendidikan Suatu pendekatan komprehensif,(Bandung:PT.Remaja Rosda Karya),hlm 237.
[16] Muhibbin Syah, Op.Cit, hlm 118
[17] Muhibbin Syah,M.Ed, psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),hlm 106

Sabtu, 25 Desember 2010

SUMBER AJARAN TASAWUF

SUMBER AJARAN TASAWUF
Oleh : 
Ahmad Buchori Muslim
Zaka Abdi
Ahmad Said
Chusnul Muna
M Solihin
PENDAHULUAN
Puji syukur kehadirat Allah, yang telah mengilhami para salaf sufiyah dengan ilmu ihsannya yang dewasa ini berwujud menjadi ilmu tasawuf, sebagai bukti buat kita bahwa apapun yang Allah kehendaki jadi, pasti jadilah ia. Sholawat beriring salam semoga tersampaikan khusus kepada nabi Muhammad SAW sebagai Nabi plus Rasul rujukan kedua setelah Allah bagi para sufi dalam mempelajari, mendalami dan mengembangkan ilmunya di jagat Allah ini.
Agama islam ialah agama yang sempurna, yang didalamnya mengatur berbagai hal yang terkait dengan perjalan manusia. Baik itu berhubungan dengan syariah. ibadah, akhlak, muamalah, pendidikan, hubungan dengan Allah, dan ketinggian nilai-nilai kemanusiaan, semuanya diatur dalam ajaran islam. Begitupun juga halnya dengan tasawuf yang telah ada sejak dahulu hingga sekarang.
Dalam makalah yang cukup singkat ini penulis akan membahas tentang Sumber-sumber Ilmu Tasawuf yang dianggap penting untuk mengetahui apa yang para sufi jadikan dasar sehingga mereka mengamalkan ilmu tasawuf tersebut. Namun dalam hal ini yang penulis maksudkan dengan sumber disini adalah: landasan, dasar, pondasi, tempat berpijak, yang dengannya pasa sufi mempelajari, mendalami, dan mengembangkan ilmunya dalam kehidupan dijagat Allah ini.
Semoga dengan adany makalah yang begitu singkat ini dapat memberikan informasi kepada kita tentang hal-hal yang menjadi sumber dari ilmu tasawuf tersebut, sehingga menjadikan kita lebih bersyukur kepa Allah SWT, yang telah menjadikan segala sesuatu dengan penuh hikmah didalamnya. Selanjutnya penulis mohon maaf bila ada kesalah di dalam penulisan makalah ini dan mohon adanya keritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk perbaikan kedepannya.



PEMBAHASAN
Tasawuf merupakan keinginan kuat untuk mendapatkan ridho Allah dalam bentuk perkataan, perbuatan, niat, dan dalam pemikiran dunia dan akhirat. Tasawuf dalam pengertian ini menempatkan manusia pada kedudukan yang tinggi. Inilah bagian dari wahyu ilahi dan agama itu sendiri karena dengan karakteristik ajaran ini akan muncul pencarian kesempurnaan dari dalam. Ajaran ini merupakan penyembuahan dari penyakit jiwa. Tiada suatu manusiapun kecuali mereka yang terlindungi, pasti terjangkit penyakit jiwa dan moral, sedikit atau banyak. Seluruh risalah ilaahiyah datang untuk mengobati penyakit jiwa dan moral tersebut.
Materi ajaran tasawuf dilihat dari segi ibadah dan akhlaq, dalam pengertian yang luas, sudah terdapat dalam al-Qur'an dan sunnah sebagaimana keberadan ilmu agama yang lain. Jika ilmu taswuf tidak ditemukan pada masa ini, ajaran tentang ibadah, akhlaq, pendidikan jiwa, hubungan dengan Allah, dan ketinggian nilai-nilai kemanusiaan, semuanya diatur dalam islam. Ajaran-ajaran itulah yang disebut dengan tasawuf sebagaimana yang dikenal oleh masyarakat pada waktu itu. Bisa jadi ilmu tasawuf itu menjadi ilmu yang baru, tetapi materi dan cakupan bahasannya merupakan sesuatu yang lama, seiring lamanya al-Qur'an dan sunnah, demikian juga dengan keberadaan ilmu islam lainnya.
Sebagaimana layaknya ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu akhlaq, ilmu qalam, ulumul qur’an, ulumul hadits dan ilmu-ilmu lain dalam Islam yang penamaannya baru muncul setelah Rasul SAW wafat, demikian juga dengan ilmu tasawuf, ketetapan namanya baru dikenal jauh setelah Rasul SAW wafat. Ada beberapa hal yang menjadi sumber dari ilmu tasawuf tersebut yaitu: Allah, Rasul, ijma’ sufi, ijtihad sufi dan qiyas sufi. Untuk lebih dalamnya mari kita bahas satu persatu dari sunber tasawuf tersebut.
  1. Allah
Allah merupakan Zat sumber ilmu tasawuf, tidak ada seorangpun yang mampu menciptakan ilmu tasawuf dari selain Zat Allah. Namun Allah mengajarkan secercah ilmuNya kepada para sufi lewat hidayah (ilham) baik langsung maupun dengan perantaraan lain selain Allah yang Allah kehendaki. Ada kalanya lewat Al-Qur’an dengan metode iqro’ul Qur’an (membaca, menyimak, menganalisa isi kandungan Al-Qur’an). Dimana dalam alqur’an itu terdapat beberapa ayat yang memang berkenaan dengan perintah tasawuf, meski tidak secara langsung berbentuk tasawuf, tapi karena adanya pesan yang tersirat dalam ayat al-qur’an yang sesungguhnya menyeru untuk bertasawuf. Seperti ayat tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan. Hal itu misalnya ayat 54 surat al-Maidah :
Selain tentang mahabbah antara kholik dengan makhluknya, dalam al-qur’an pun Allah menerangkan tentang keunggulan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Hal ini menjadi salah satu amalan kau sufi (yaitu meninggalkan segala kehidupan yang berhubungan dengan keduniaan dan memfokuskan dirinya untuk kehidupan akhiratnya saja, atau sering disebut dengan zuhud). Diantaranya ialah ayat 77 pada surat an-Nisaa dan ayat 20 pada surat al-Hadid.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat dalam al-Qur’an yang berhubungan dengan tasawuf. Yang sudah tentu itu semua menjadi sumber dari ilmu tasawuf yang diajarkan dan diamalkan oleh seorang sufi.
Selain melalui al-qur’an, Ada pula melalui alam dengan cara perenungan sufi dan lain sebagainya yang pada intinya merupakan hidayah dari Allah, kemudian berwujud menjadi ide tercerahkan dalam nuansa pemikiran dan keyaqinan di dalam hati untuk dimanifestasikan dalam realita kehidupan nyata sebagai bentuk pengabdian diri kepada Allah SWT.
  1. Rasul
Rasul merupakan sumber kedua setelah Allah bagi para sufi dalam mendalami dan pengambangkan ilmunya, karena hanya kepada Rasul sajalah Allah menitipkan wahyuNya. Tentulah Rasul pula yang lebih banyak tahu tentang sesuatu yang tersirat dibalik yang tersurat dalam Al-Qur’an. Selain itu rosul pulalah satu-satunya manusia yang sempurna dalam segala hal, Beliau adalah insan panutan bagi semua umat manusia terutama kaum sufi yang senantiasa mencoba meniru semua kelakuan Rasulullah denag sebaik-baiknya.
Seperti sebelum Nabi diangkat menjadi rasul, berhari-hari ia mengasingkan diri di Gua Hira, terutama pada saat bulan Ramadhan. Beliau menjauhi pola hidup kebendaan yang pada waktu itu diagung-agungkan oleh orang arab yang tengah tenggelam di dalamnya, seperti peraktek pedagangan dengan perinsip menghalahkan segala cara. Selama di Gua Hira, Rasulullah hanyalah bertafakur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid. Beliau hidup sangat sederhana, terkadang mengenakan pakaian tambalan, tidak makan atau minum kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah kepada Allah SWT., sehingga siti Aisyah bertanya, “mengapa engkau berbuat begini, ya Rasulullah padahal Allah senantiasa mengampuni dosamu?” Rasulullah menjawab “apakah engkau tidak menginginkanku menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah? “.
Selain dari itu di dalam hadits Rasulullah banyak dijumpai keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia yang dapat difahami dengan pendekatan tasawuf, seperti hadits;
من عرف نفسه فقد عرف ربه
Artinya:
Barangsiapa yang mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal tuhannya.”
لا يزال العبد يتقرب الي بالنوافل حتى أحبه فاءذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع وبصره الذي يبصربه ولسانه الذي ينطق به ويده الذي يبطش بها ورجله الذي يمشى بها فبي يسمع فبي يبصر وبي ينطق وبي يعقل وبي يبطش وبي يمشى
Artinya:
senantiasa seorang hamba itu mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnah sehingga aku mencintainya. Maka tetkala mencintainya, jadilah aku pendengarnya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk berbicara dan tangannya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia pakai untuk berusaha; maka dengan-Ku-lah dia mendengar, melihat, berbicara, berfikir, meninjau dan berjalan.”
Semua keterangn tersebut ada pada diri rasulullah yang oleh para sufi dijadikan sebagai sumber kedua dari ilmu tasawuf setelah Allah SWT.
  1. Kehidupan Para Sahabat
Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi SAW yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketaqkaan, kezuhudan, dan budi pekerti luhur. Oleh sebab itu, setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di abad-abad sesudahnya.
Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufikarena para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah SAW dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa mengikuti kehidupan Nabi. Oleh sebab itu, perilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Nabi SAW, kecuali dalam hal-hal tertentu yang khusus bagi Nabi SAW. Setidak-tidaknya kehidupan para sahabat adalah kehidupan yang paling mirip dengan kehidupan yang dicontohkan oleh nabi SAW. Oleh karena itu al-Qur’an memuji mereka:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ 
100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (Q.s.9:100).
Karena hal itulah para sufi menjadikan kehidupa para sabat Nabi sebagai sumber ke tiga dari ajaran tasawuf. Dengan harapan bias menjadi pengikut yang sebaik-baiknya agar dapat tergolongkan kepada orang-orang yang mendapatkan ridho Allha dan surga-Nya seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut diatas.
  1. Ijma’ Sufi
Ijma’ Sufi (kesepakatan para ‘ulama tasawuf) merupakan esensi yang sangat penting dalam ilmu tasawuf, karenanya mereka dijadikan sebagai sumber yang ke tiga dalam ilmu tasawuf setelah Al-Qur’an Dan Al-Hadits.
  1. Ijtihad Sufi
Dalam kesendiriannya, para sufi banyak menghadapi pengalaman aneh, pengalaman itu sebagai alat pembeda antara kepositifan dengan kenegatifan dalam pengalaman itu. Maka diperlukan ijtihad bagi setiap sufi sebagai sumber yang ke 4 dalam ilmu tasawuf, jika belum ditemukan dalam Qur’an, Hadits maupun ijma’ sufi.
  1. Qiyas Sufi
Qiyas merupakan penghantar sufi untuk dapat berijtihad secara mandiri jika sedang terpisah dari jama’ahnya, maka qiyas ditempatkan pada sumber ke lima dalam ilmu tasawuf.
  1. Nurani Sufi
Setiap sufi positif, memiliki nurani yang tajam di hatinya, ada yang menyebutnya dengan istilah firasat, rasa, radar batin dan sebagainya merupakan anugerah Allah terhadap kaum sufi, bias dari keikhlashan, kesabaran dan ketawakkalannya dalam beribadah kepada Allah tanpa kenal lelah. Maka nurani sufi merupakan sumber yang ke enam dalam ilmu tasawuf.
  1. Amalan Sufi
Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ Sufi, Ijtihad Sufi, Qiyas Sufi dan Nurani Sufi seperti yang penulis jelaskan di atas akan sia-sia tanpa pengamalan kaum sufi. Maka amalan sufi merupakan sumber ke tujuh dalam ilmu tasawuf. Jika ke tujuh sumber di atas mampu anda telusuri, maka penulis yaqin anda akan tahu, mengerti, memahami dan mampu menghayati hakikat ilmu tasawuf.
Namun pada umumnya ada satu tradisi yang sangat unik di kalangan sufi, dengannya para sufi memiliki derajat tersendiri jika dibandingkan dengan para faqih, filosof dan ahli lainnya, yaitu: “Kerahasiaan (rahasia).” Kaum sufi memegang teguh tradisi rahasia (menyembunyikan) nurani dan amalinya, karena jika dua hal tersebut diketahui umum dapat menimbulkan kesalah fahaman, hal ini disebabkan dimensi tariqat (perjalanan) sufi merupakan dimensi batin (roh, rohani, jiwa, sesuatu esensi tersembunyi, gaib) yang tidak semua orang mampu menjalaninya, namun para sufi amat merindukannya disebabkan semata karena cinta kepaNya.

Selasa, 21 Desember 2010

Metode Dalam Menyelesaikan At-Ta’àrudl

Metode Dalam Menyelesaikan At-Ta’àrudl
Oleh : Ahkmad said
Dosen pembimbing : Prof.Dr,Kasuwi Saiban. Mag

A. Pendahuluan
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه ونعوذ بالله مـن شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلاّ الله وأن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم أما بعد:
اِذَا حَكَمَ أَالْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَاِذَ حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ، (رَوَاهُ الْبُخَارِي)
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana cara menyelesaikan dalil-dalil yang at-Ta’arudl menurut jumhuru al-Ulama dan Hanafiyyah dengan perincian sebagai berikut
1. Pengertian at-Ta’arudl
2. Cara menyelesaikan at-Ta’arudl
a) Menurut Jumhur Ulama’
b) Menurut Hanafiyyah

B. Pembahasan
1. Pengertian at-Ta’arudhl
Secara bahasa al-Ta’arudhl berasal dari lafal [تعارض- يتعارض-تعارضا ]yang berarti saling berhadapan,al-adillah [الادلة] bentuk jama, dari dalil yang berarti alasan,argument ,dalil sedangkan menurut istilah usul fiqh adalah adanya pertentangan hukum yang dikandung satu dalil dengan hukum yang dikandung dalil lainnya yang dalil tersebut berada dalam satu derajat.
2. Cara menyelesaikan al-Ta’arudl
Didalam kalangan ulama terdapat dua pendapat yang berbeda dalam menyelesaikan
al-Ta’arudh.
a. Pendapat jumhur Ulama’
Menurut jumhur Ulama’ metode yang ditempuh dalam menyelesaikan al-Ta’arudh adalah:
1. Al-jam’u bain al-Muta’aridlain [ الجَمْعُ بَيْنَ المُتَعَاِرضَيْنِ] Yaitu mengumpulkan dan mengkompromikan dua dalil yang bertentangan.
Metode ini dapat ditempuh dengan menta’wilkan lafal yang umum kelafal yang khusus lafal yang dhohir kelafal yang nash lafal yang muthlaq ke lafal yang muqayyad.
Contoh surat al-Baqarah 180 dengan an-Nisaa 11

"diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa."[al-Baqarah 180]

"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan;" [an-Nisaa 11]

Ayat pertama mewajibkan seseorang yang kedatangan tanda-tanda kematian untuk member wasiat kepada kedua orang tua dan sanak saudaranya[kerabat] tentang harta yang ia miliki.
Ayat kedua secara otomatis kedua orang tua dan sanak saudara [kerabat] ahli warisnya akan mendapatkan harta pusaka tanpa melalui wasiat.
Secara dhahir kedua ayat tersebut bertentangan, ayat pertama mewajibkan wasiat sedangkan ayat kedua tidak mewajibkan wasiat. Pertentangan kedua ayat tersebut melalui metode aljam’u dapat diselesaikan dengan cara ta’wil yaitu dengan mengartikan ayat pertama dengan wajib memberikan wasiat kepada kedua orang tua dan kerabat ahli waris yang tehalang untuk memperoleh bagian warisan , misalnya karna berbedaan agama.
2. At-Tarjiih [الترجيح] dengan menguatkan salah at-Dalil berdasarkan indicator dalil yang mendukungnya.
Apabila pengkompromian kedua dalil tidak bisa dilakukan, maka metode yang ditempuh menurut jumhur ulama’ adalah dengan cara tarjih.dengan cara tarjih ini seorang mujtahid bisa menetapkan hukum berdasarkan dalil yang menurutnya dalil yang lebih kuat.
Cara untuk mengetahui kuatnya salah satu dalil nash yang saling bertentangan bisa dilihat dari beberapa segi sebagai berikut:
a) Dari Segi Sanad
Dalam segi sanad ini perlu dilihat jumlah perawinya iika sebuah dalil diriwayatkan oleh banyak perawi maka dilil tersebut lebih kuat disbanding dengan dalil yang perawinya yang sedikit.
Dan juga seorang mujtahid harus melihat kualitas perawinya,seorang perawi yang hafalanya lebih banyak dan lebih tau tentang apa yang diriwayatkan, harus lebih diprioritaskan dibanding perawi yang sedikit perawinyasedikit hafalan dan pengetahuanya, sebab hafalan dan pengetahuan itu membawa nilai kepada seorang dalam menguasaan periwayatan dan pengetahuan hukum.
Posisi seorang perawi saat meriwayatkan sebuah hadish perlu dipertimbangkan. Seorang perawi hadish yang terkait langsung tentang suatu peristiwa harus lebih didahulukan dari pada yang lain.
Contoh hadish dari Maimunah ra.istri Rasulullah saw. Yang menceritakan bahwa Rasulullah saw.mengawininya dalam keadaan bukan ihram seperti yang tercantum dalam hadish
عن ميمونةَ قالت تزَوخني رسول الله صلى الله عليه وسلم ونَحن حَلاَ لاَنِ----الحديث { رواه ابو داود}
Artinya Dari Maimunah ra.Rasulullah saw. Mengawini saya,sedangkan kami tidak dalam keadaan ihram [HR Abu Dawud]
Hadish tersebut bertentangan dengan riwayat dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah saw mengawini Maimunah dalam keadaan ihram. Seperti yang tercantum dalam hadish
عن ابى عباس رضى الله عنهما ان انبي صلى الله عليه وسلم تَزَوَّخَ ميمونةُ وهو مُحْرِمٌ { رواه ابو داود}
Artinya: dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya rasulullah saw.mengawini Maimunah sedangkan beliau dalam keadaan ihram. [HR Abu Dawud]
Dalam kasus seperti ini jumhur ulama berpendapat bahwa hadish Maimunah ra. Lebih kuat dibanding hadish Ibnu Abbash ra.sebab Maimunah ra.terkait langsung dengan peristiwa tersebut.
b) Dari Segi Matan
Pentarjih dari segi matan antara lain dapat dilakukan dengan mendahulukan dalil yang khusus dari dallil yang bersifat umum.
Contoh surat at-Taubah 5
"apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[at-Taubah 5]
Ayat diatas secara umum memerintahkan untuk memerintahkan untuk membunuh orang-orang musyrik pada waktu peperangan. Ayat ini bertentangan dengan hadish riwayat dari Anas Ibnu Malik ra.
عن عنَسِ بن مالك ان انبي صلى الله عليه وسلم قَالَ انْطَلِقُوْا بسم اللهِ وبالله وعلَي مِلَّةِ رسول الله ولا تَقْتُلُوْا شَخْصًا فَنِيًا ولا طِفْلاً ولا صَغِيْرًا ولا امرَاَةً---الحديث{ رواه ابو داود}
Dari Anas Ibnu Malik sesungguhnya Rasulullah saw.berangkatlah kalian berperang dengan menyebut asma Allah dan atas agama Rasullnya. Dan janganlah kamu membunuh orang tua renta, anak kecil dan perempuan....[HR Abu Dawud]
Hadis ini secara khusus melarang membunuh orang tau,anak-anak, dan perempuan dalam perang,sehingga Nampak bertentangan dengan dalil umum ayat 5 surat at-Taubah tersebut.
Sesuai dengan ketentuan tarjih yang harus lebih menguatkan dalil khusus dari pada dalil umum,maka yang harus dikuatkan dalam kasus ini adalah dalil yang khusus yaitu hadis yang melarang membunuh tiga orang tersebut.
Selain ketentuan di atas yang teramasuk pentarjih dari segi matan adalah
- Mendahulukan makna teks hakikat dari pada makna majaz
- Mendahulukan makna teks daripada makna perbuatan
- Mendahulukan teks yang mengandung larangan dari teks yang mengandung perintah
- Mendahulukan makna perintah dari pada makna boleh saja
c) Dari segi hukum
Pentarjih dari segi hukum antara lain bias dilakukan dengan mendahulukan teks yang mengandung hukum menghindarkan hukuman dari teks yang yang mewajibkan hukuman, sebab jika dua kemungkinan itu terjadi, maka hukum tersebut termasuk katagori syubhat sedangkan hukum yang subhat harus dihindari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud ra.
اِدْرَؤُوْا الحُدُوْدَ بِالشَّبْهَاتِ-----الحديث {رواه البجاري}
Artinya:hindarkan hukum-hukum had karena adanya subhat [HR bukhori]
Mendahulukan dalil yang mengandung hukum haram dari dalil yang mengandung hukum mubah. sesuai dengan kaidah usul fiqh
ااِذَاجْتَمَعَ الحَلاَلُ والحرامُ غُلب الحرام
Artinya:Apabila terkumpul antara yang halal dan yang haram, maka dimenangkan yang haram. Misalnya pertentangan hadish yang diriwayatkan Abu Dawud:
عن حِزَامِ بن حكيم عن عَمِّهِ اَنَهُ سال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَا يَحِلُّ لِي مِن امرَاَتِي وهي حَائِضٌ قال لَكَ مَا فَوْقَ الاءِزَارِ{ رواه ابو داود}
Artinya: Dari Hinam Ibn Hakim dari pamannya, sesungguhnya dia bertanya kepada Rasulullah saw.’apa yang boleh aku lakukan terhadap istriku yang sedang haidl ? Rasulullah saw. menjawab ‘segala yang berada di atas kain pinggang’ [HR abu dawud]
عن انس رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اِصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ غَيْر النِكَاحَ----الحديث{ رواه ابو داود}
Artinay: Dari Anas ra. Dia berkata Rasulullah saw. Bersabda “perbuatlah segala sesuatu [terhadap istrimu yang sedang haidl] selain bersetubuh…[HR Abu Dawud]
Hadish pertama menunjukkan hukum haram terhadap istri yang sedang haidl untuk berbuat sesuatu diantara pusar dan lutut sedangkan hadish kedua membolehkan asal tidak bersetubuh.
d) Dari Segi Factor Lain Di Luar Nash
Dari segi factor luar nash dapat dilakukan dengan mendahulukan dalil yang mendapat dukungan dalil lain, baik al-Quran sunnah ijma’ maupun qiyas serta dalil yang didukung amal khulafa’ al-rasyidiin
Conto hadish riwayat Abu Dawud
عن سَمُرَةَ قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الجُمْعَةِ فَهُوَ اَفْضَلَ{ رواه ابو داود}
Artinya: Dari Samurah, dia berkata, Rasulullah saw. Bersabda barang siapa yang mandi pada hari juma’t maka dia lebih utama [HR Abu Dawud]

Dengan hadish riwayat Bukhori
عن ابي سعيدٍ الخدْرِيِّ رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال غُسْلُ يَوْمِ الجُمْعَةِ وَاجِبٌ عَلَي كُلِّ مُحْتَلِمٍ{رواه البجاري}
Artinya: Dari Abu Said ra.sesungguhnya Rasulullah saw.bersabda mandi pada hari juam’t adalah wajib bagi tiap orang dewasa [HR Bukhori]
Hadish pertama menunjukkan bahwa mandi hari juma’t adalah sunnah.
Sedangkan hadish yang kedua menunjukkan bahwa mandi hari juma’t adalah wajib.
Dalam hal ini hadish pertama lebih kuat disbanding hadish yang kedua karena sahabat Usman ra. Tidak melakukan mandi pada hari juam’t dan tidak ditegur oleh sahabat Umar ra. Ketika hal ini diketahuinya.
3. Al-Nasahk [النسخ] dengan membatalkan salah satu dalil hukum.
Apabila kedua dalil tidak bisa diselesaikan dengan metode tarjih maka metode yang ditempuh menurut jumhur Ulama adalah dengan metode Nasahk seorang mujtahid meneliti mana diantara dua dalil tersebut yang datangnya lebih akhir. Setelah itu ia tetapkan suatu hukum atas dasar dalil yang datangnya lebih akhir tersebut,dan membatalkan dalil hukum yang datangnya sebelumnya. Pepbatalan ini menurut ulama khallaf adalah untuk merealisasikan kemaslahatan manusia yang kadang menghendaki perubahan seirung dengan adanya perubhan kondisi manusia itu sendiri.
Contohnya mengenai larangan Rasulullah saw.untuk menyimpan daging kurban, karena daging tersebut masih diperlukan oleh orang-orang baduwi yang dating kemadinah pada saat penyembelihan kurban, dan Rasullulah menghendaki agar daging tersebut dibagi-bagikan kepada mereka.selanjutnya , ketika orang-orang baduwi sudah tidak memerlukan lagi, maka Rasulullah saw.membolehkan untuk menyimpan daging-daging tesebut. Sebagaimana sabdah rasulullah saw. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ra. dari Aisyah ra.
عَن عَمْرَةَ بِنتِ عبد الرحمن قالت سَمِعْتُ عائشة تَقُولُ قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم اِنمَّاَ نَهَيْتُكُمْ مِنْ اَجْلِ الدَّافَّةِ الَّتِي دَفَّتْ عَلَيْكُمْ فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوُا وَادَّخِرُوْاؤ { رواه ابو داود}
Artinya: dari Amrah binti Abd al-Rahman, ia berkata saya mendengar Aisyah ra.berkata Rasulullah saw. Bersabda sesungguhnya dulu saya melarang kalian[untuk menyimpan daging kurban] karena adanya orang-orang baduwi yang mendatangi kalian, maka sekarang makanlah, sedakahkan dan simpanlah [HR Abu Dawud]
Contoh diatas adalah nasahk yang secara eksplisit pepbatalannya dapat dilihat dari teks.selain nasahk yang eksplisit tersebut, ada dalil yang nasahk secara implisit, yang tidak dapat ditunjukkan secara jelas dalam teks.
Contohnya mengenai kewajiban wasiat, seperti yang tercantum dalam al-Quran surat al-Baqarah 180

"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa."[al-Baqarah 180]
Ayat tersebut menurut jumhur ulama dinasahk oleh ayat tentang pembagian waris, seperti tercantum dalam surat an-Nisa.
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan" [an-Nisa 11]
4. Suquth al-Muta’aridloin [السقوط المتعارضي] yaitu dengan meninggalkan kedua dalil yang saling bertentangan.
Jika cara ketiga nasahk tidak bisa ditemuh maka kedua mujtahid boleh meninggalkan kedua dalil yang saling bertentangan itu,dengan mengambil suatu permasalahan kepada bara’ah al-ashliyyah [ البَرَاعَة الاصلِيَة] sebagai ulama usul fiqh berpendapat bahwa sebelum seorang mujtahid meninggalkan kedua dalil, ia diberi kesempatan untuk menempuh metode takhyir yaitu dengan memilih salah satu dalil yang ia kehendaki tanpa menganngap adanya pertentangan diantara dalil-dalil yang ada.jika hal itu tidak memungkinkan , maka baru kedua dalil tersebut ditinggalkan, dan mengambil suatu permasalahan kepada bara’ah al-ashliyyah [ البَرَاعَة الاصلِيَة]
Inilah cara-cara yang harus ditempuh menurut jumhur ulama.dan cara melakukan atau penerapannya dilakukan secara berturut.
b. Pendapat Hanafiyyah
Kalangan hanafiyyah berpendapat bahwa dalam menyelesaikan dua dalil yang bertentangan ,
1) [Nasahk] maka terlebih dahulu melihat makna kedua dalil tersebut yang lebih dulu diturunkan. Jika hal itu bisa diketahui maka dalil yang lebih dahulu dinasahk oleh dalil yang turunnya belkangan.
2) [tarjih]Jika ternyata tidak bisa diketahui mana dalil yang lebih dahulu diturunkan mana yang belakangan maka cara yang ditempuh adalah dengan cara mentarjih yaitu mencari dalil mana yang lebih kuat diantaranya.
3) [al-jam’u]Jika cara ini juga tidak bisa dilakukan maka sedapat mungkin mereka mengkompromikan kedua dalil tersebut [al-Jam’u] [الجمع]
4) [al-suquth]Jika cara ini juga tidak bisa dilakukan maka mereka meninggalkan kedua dalil tersebut al-Suquth­ .
Keempat cara inilah yang mereka gunakan yaitu al-nasahk[النسخ ] al-Tarjih[الترجيح] al-jam’u[الجمع] al-sukuth [السقوط] dilaksanakan secara berurutan.


D. Daftar pustaka
Saiban Kasuwi Dr, Prof,Metode Ijtihad Ibnu rusdy kutub minar,Malang 2005
Syafi’I Rahman H,Prof,Dr ilmu Usul Fiqih, pustaka setia, Bandung 1999
Khalaf Abd wahhab, Ilmu Usul Fiqh, darul fikri,1995
Abu Zahra Muhammad ,Prof,Usul Fiqih, pustaka firdaus,pajinten barat 1999

Minggu, 19 Desember 2010

TA'ARRUD ALADILLAH

TA'ARRUD AL-ADILLAH
oleh:
Ahmad Buchori Muslim
PENDAHULUAN
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan nikmatnya kepada kita semua dan yang telah menurunkan syaria’at bagi kelangsungan hidup manusia di dunia ini. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada insan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi Muhammad SAW, dan keluarganya serta para sahabatnya yang telah memperjuangkan berdirinya syari’at Allah di bumi ini.
Di dalam makalah yang singkat ini penulis akan membahas tentang ta’arud al-adillah, di mana ta’arud al-adilah ini seakan-akan terjadi pada dalil nash. tetapi sebenarnya hal itu hanyalah sebatas perbedaan pemahaman seorang mujtahid dalam memahami suatu nash tersebut, karena Allah tidak mungkin menurunkan suatu aturan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Namun pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tentang garis besarnya ta’arud al-adillah, dengan harapan semoga dengan adanya makalah yang cukup singkat ini bisa membantu saudara dalam memahami hukum Allah. serta bisa bermanfaat untuk proses pembelajaran mata kuliah ushul fiqh ini. dan penulis sadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis harapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun. agar dapat menyempurnakan makalah ini.

PEMBAHASAN
Kata ta’arud , secara etimologi berasal dari lafal عرضyang berarti “ saling berhadapan”. Namun, selain mempunyai arti saling berhadapan kata aradha juga mempunyai arti yang lain diantaranya : dhahara, ashaba, naha nahwahu, dan ada yang mengartikan dengan “pertentangan”. Sedangkan al-adillah ialah bentuk jamak dari asal kata الدليل yang berarti “alasan, argumentasi, dan dalil”.
Muhammad Mansyur Asy-syaikh dalam karyanya yang berjudul Al-Qawa’idul Ushuliyyah, mengemukakan arti ta’arudh dari kata al-urdhu dengan dammah ‘ain dalam arti nahiyah.
كأن الكلام المتعارض يقف بعضه في عرض بعض اي نا حية وجهته فيمنعه من النفوذالِِِى حيث وجه
“kata-kata yang muta’aridh itu sebagian berdiri di arah yang bertentangan dengan yang lain, yakni arah yang satu pada arah yang lain, sehingga menghalangi/menolak berlakunya kearah mana saja.”
Sedangkan pengertian ta’arud al-adillah menurut terminologi, para ulama memiliki berbagai pendapat tentang definisi at-ta’arud al-adillah, diantaranya :
a. Menurut Imam Asy-syaukani, ta’arud al-adillah adalah suatu dalil yang menentukan hukum tertentu terhadap suatu persoalan, sedangkan dalil lain menentukan hukum yang berbeda dengan dalil itu. (Asy-syaukani : 242)
b. Menurut Kamal Ibnu Al- Humam dan At-Taftazani, ta’arud al-adillah adalah pertentangan antara dua dalil yang tidak mungkin untuk di kompromikan antara keduanya (At-Taftazi : 103)
c. Ali Hasaballah berpendapat bahwa ta’arud al-adillah adalah terjadinya pertentangan hukum yang dikandung satu dalil dengan hukum yang di kandung dalam dalil lainnya dan ke dua dalil tersebut berada dalam satu derajat. (Ali hasaballah : 334)
Ada pula yang mendefinisikan ta’arud al-adillah sebagai berikut :
اقتضاء كل واحدمن الدليلين فى وقت واحد حكمافى الواقعة يخا لف ما يقتضيه الدليل الأخرفيها
“Masing-masing dalil menghendaki hukum diwaktu yang sama terhadap satu kejadian yang menyalahi hukum yang dikehendaki oleh dalil yang lain.”
Adapun penegertian ta’arud al-adillah dalam kajian ilmu ushul fikih adalah :
تقابل الدليليتن على سبيل المما نعة
“Berhadap-hadapan dua dalil dengan cara yang saling bertentangan.”
Secara garis besarnya bahwa ta’arud al-adillah itu ialah “ adanya pertentangan hukum yang dikandung oleh satu dalil dengan hukum yang dikandung oleh dalil yang lainnya, yang kedua dalil tersebut berada dalam satu tingkatan atau sama derajatnya, serta menghendaki hukum di waktu yang sama terhadap suatu kejadian.”
Dari berbagai definisi di atas dapat diketahui bahwa persoalan ta’arud al-adillah dibahas oleh para ulama ketika ada pertentangan antara dua dalil, atau antara satu dalil dengan dalil lainnya secara zhahir pada derajat yang sama.
Wahbah Al-Juahili berpendapat bahwa pertentangan antara dua dalil atau dua hukum yag terkandung dalam dua buah dalil tergantung pada pandangan dan kemampuan para mujtahid dalam memahami, menganalisis, serta sejauhmana kekuatan logika mereka.
Begitu pun Imam Asy-Syatibi berpendapat bahwa pertentangan antara dua dalil adalah pertentangn yang bersifat semu, yang bisa terjadi baik pada dalil yang qati’ maupun pada dalil yang zhanni, selama berada dalam satu tingkatan atau derajat. Apabila pertentangan terjadi pada dua dalil yang kualitasnya berbeda, maka diambil dalil yang lebih kuat kualitasnya.
Dalam ta’arud al-adillah ini ada empat jenis ta’arud, yaitu :
1. Ta’arud antara al-Quran dengan al-Quran
2. Ta’arud antara sunah dengan sunah
3. Ta’arud antara sunah dengan qiyas
4. Ta’arud antara qiyas dengan qiyas
Misalnya ta’arud antara surat al-Baqarah ayat 234 dengan surat al-Thalaq ayat 4 sebagai berikut :

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari……” (Q.s. Al-Baqarah : 234)

Artinya: “….Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya…..” (Q.s Al- Thalaq : 4)
Ayat pertama menyatakan bahwa wanita-wanita yang ditinggal mati suaminya, ‘iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Ayat ini berlaku umum bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, baik yang hamil maupun yang tidak hamil. Sedangkan ayat yang kedua menyatakan bahwa wanita-wanita yang hamil, ‘iddahnya sampai melahirkan kandungannya. Ayat ini juga berlaku umum bagi wanita yang dicerai suaminya, baik cerai mati maupun cerai hidup.
Menurut Abd al-Wahhab Khalaf – ahli ushul fikh kontemporer dari mesir – adanya pertentangan antara kedua dalil atau hukum, sebenarnya hanya dalam pandangan akal dan bukan pertentangan yang hakiki, karena tidak mungkin al-Syari’ yang Esa dan Bijaksana, menurunkan aturan yang saling bertentangan dalam waktu yang sama.

SIMPULAN
Ta’arud Al-Adillah itu ialah “ adanya pertentangan hukum yang dikandung oleh satu dalil dengan hukum yang dikandung oleh dalil yang lainnya, yang kedua dalil tersebut berada dalam satu tingkatan atau sama derajatnya, serta menghendaki hukum di waktu yang sama terhadap suatu kejadian.”
Dalam ta’arud al-adillah ini ada empat jenis ta’arud, yaitu :
1. Ta’arud antara al-Quran dengan al-Quran
2. Ta’arud antara sunah dengan sunah
3. Ta’arud antara sunah dengan qiyas
4. Ta’arud antara qiyas dengan qiyas

DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i rachmat. Ilmu ushul fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung : CV Pustaka Setia. 1999
Al-khudbari Biek, Syaikh Muhammad. Ushul fikih. Jakarta : Pustaka Amani. 2007
Jumantoro Totok dan Munir Amin Samsul. Kamus ilmu ushul fikih. Amzah 2005
Saiban Kaswi. Metode ijtihad ibnu Rusyd. Malang : Kutub Minar. 2005
Abu Zahra, Muhammad. Ushul Fiqih. Pejaten barat : Pustaka Firdaus. Cet. Kelima.1999
Al Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh Al Islami, Beirut : Dar Al Fikr 1986
Khalaf, Abd Al Wahab. Ilmu Ushul Al Fiqh. 1977, Cet ke-11